Logo Persija – siapa yang tidak kenal dengan Persija Jakarta tim sepakbola yang berjuluk Macan Kemayoran ini. Klub sepakbola kebanggaan Ibukota yang mempunyai supporter fanatik bernama The Jak Mania dan The Jak Angel.
Tim ini memiliki sebuah lambang kabanggan bergambar Monas dengan satu bintang diatasnya yang sampai saat ini menjadi logo klub ibukota ini.
Tim ini memiliki sebuah lambang kabanggan bergambar Monas dengan satu bintang diatasnya yang sampai saat ini menjadi logo klub ibukota ini.
SEJARAH LAMBANG PERSIJA JAKARTA
Klub kebanggaan ibukota ini bermula namanya adalah Voebalbond Indonesische Jacatra (VIJ) yang saat ini berganti menjadi Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta (Persija) pada tahun 1951 yang di ikuti dengan pergantian lambang klub tersebut.
Sudiro yang pada masa itu menjabat sebagai walikota memberikan hak istimewa kepada Persija untuk mengenakan lambang Kotapraja sebagai lambang kebesaranya dengan tulisan PERSIJA yang ditempatkan di atas lambang Kotapraja tersebut.
Karena Persija merupakan tim perserikatan yang membawahi beberapa tim seperti PSAD, PS Tunas Jaya, PSAL dll, akan tetapi pada saat itu bukanlah gambar Monas yang menjadi lambang tim Persija, melainkan gambar Tugu Kemerdekaan yang juga lambang Kotapraja Jakarta, barulah setelah Kotapraja Jakarta berubah nama menjadi DKI Jakarta, Persija mengganti lambangnya dari Tugu Kemerdekaan menjadi Tugu Monas.
Gambar Tugu Monas pada lambang Persija awalnya bergatis tepi yang berbentuk kotak atau segi empat, namun pada tahun 1986-1987 lambang Monas pada Persija Jakarta barulah berubah tepinya menjadi sebuah lingkaran, hal tersebut dilakukan untuk membedakan dengan tim ibukota lainnya seperti Persitara, PS Jaktim, PSJS dan Persijabar.
Tidak hanya lambang Monas, Persija sendiri mempunyai tanda bintang di atas gambar monas, bintang tersebut di dapatkan sebagai tanda bahwa Persija sudah menjuarai Liga di Indonesia sebanyak 10 kali.
Juara ini 9 kali diraih pada saat kompetisi masih bernama Perserikatan, yaitu pada tahun 1931, 1933, 1934, 1938, 1964, 1973, 1975 (juara bersama dengan PSMS Medan), 1977, dan 1979, Persija terakhir meraih juara pada tahun 2001 di kompetisi Liga Indonesia, selain meraih gelar domestik Persija juga menyabet juara piala sultan brunei.
FILOSOFI WARNA JERSEY PERSIJA
Jersey Merah: Melambangkan Semangat visioner adalah inspirasi setiap kemenangan yang membangkitkan mimpi jadi kebanggaan. Diwujudkan melalui garis-garis yang bergerak dinamis menuju perubahan.
Jersey Putih: Melambangkan Perubahan adalah keberanian. Keberanian meninggalkan masa kelam, niatkan dengan tulus untuk melangkah maju. Siluet sederhana dan detail Victory Collar menggambarkan pernyataan tegas Persija Juara.
Jersey Orange: Melambangkan Perjuangan adalah kita dan cita-cita. Jangan lupakan gagahnya Macan Kemayoran yang ikonik pada kostum ketiga terwujud adalah tekstur halus. Seperti langit yang tidak perlu menjelaskan bahwa dirinya tinggi.
Jersey Training: Melambangkan Kebersamaan adalah kekuatan. Kontribusi setiap pihak adalah yang membentuk jati diri Persija. Karakter manajemen pemain, pelatih, dan The Jakmania layaknya setiap garis unik yang membentuk barcode. Pindai authenticiy badge dan temukan kebanggaannmu.
Jersey Warming Up: Kit Persija bukan sekedar dukungan untuk Persija, tetapi juga persembahan untuk The Jakmania. Maknai originalitas dengan membeli jersey Persija. Pemain dan fans seirama untuk pertama kalinya.
SEJARAH LAMBANG KLUB SEPAKBOLA DI INDONESIA
Sepakbola dan sejarah suatu bangsa memang tidak mungkin dipisahkan. Begitu juga dengan bangsa Indonesia. Sejatinya, era awal sejarah sepakbola negeri ini mencerminkan “ikatan” antara kita dan Belanda. Dan hal inilah yang ditunjukkan lewat lambang klub sepakbola di Indonesia.
Hal ini karena kompetisi dan klub-klub perserikatan sebenarnya mengadopsi apa yang dulu dilakukan penjajah kolonial Belanda. Klub-klub lokal diadu terlebih dahulu dalam turnamen dalam kota, sebelum akhirnya saling bertempur dalam stedenwedtrijden melawan tim kota-kota lain.
Di Jakarta, Thor, Excelsior, HBS membentuk Bataviasche Voetbal Bond (BVB). Sementara di Bandung, UNI, Sparta, Sidolig, Hercules bergabung dalam Bandoeng Voetbal Bond – BVB juga. Hal ini juga terjadi di kota-kota lainnya.
Begitulah adanya. Voetbalclub akan membentuk Voetbalbond, dan voetbalbond membentuk nationaal bond. Jika diterjemahkan, bond sendiri berarti serikat. Secara harfiah, voetbal bond sendiri merupakan gabungan dari klub-klub lokal di satu tempat.
Sejarah lambang klub sepakbola di bumi nusantara ini dimulai bersamaan dengan maraknya klub-klub olahraga di kota-kota besar seperti Batavia, Bandoeng, Soerabaia dan Medan di awal abad 19. Lambang tersebut dipakai sebagai identitas dan pembeda sebuah klub-klub olahraga.
Pada umumnya, lambang klub ini akan dijahitkan pada sebuah bendera untuk kemudian diarak keliling lapangan sebelum pertandingan di gelar.
Akan tetapi, pencantuman logo pada seragam klub bola sendiri sudah dimulai sejak tahun 1920-an. Hal ini terlihat dari kliping berita mengenai sebuah klub asal Batavia yang melakukan tur ke Singapura pada tahun 1924. Dari foto di bawah terlihat bahwa inisial “B” dipasangkan pada seragam tersebut. Huruf itu adalah inisial dari “Bengal”, nama klub bersangkutan.
MODERNISASI KLUB SEPAKBOLA PRIBUMI LEWAT LOGO
Saya belum menemukan data secara otentik sejak kapan klub-klub pribumi di Indonesia menggunakan logo di dada. Namun, saya yakin bahwa pada masa-masa awal kemunculan klub pribumi pada era 1920-an itu pemakaian emblem-emblem klub sudah lazim digunakan. Entah itu dipasang di bendera, pamflet, atau mungkin seragam di lapangan.
Praduga itu terbukti benar! Bahwa Foto di bawah menegaskan klub-klub “lokal” pada masa itu pun lazim memakai logo dalam seragam mereka. Gambar di bawah adalah skuat klub lokal semarang PS Asor di tahun 1923.
Lain untuk klub, lain juga untuk perserikatan atau bond. Betapa sulitnya mencari rupa emblem bond-bond pribumi pada dekade 1930-an. Padahal, sejak 1930 PSSI sudah mengadakan turnamen antar kota.
Pada masa itu, klub-klub sepakbola di Indonesian belum mengenal kostum kandang atau tandang. Satu tim hanya mempunyai satu seragam dengan satu macam warna saja.
Kemudian masalah muncul karena begitu banyak tim-tim yang memiliki warna yang sama. Contohnya adalah Persib Bandung dan PSIM Yogyakarta yang sama-sama memakai warna biru-putih. Untuk menyiasati hal seperti ini, semacam emblem berbentuk kotak ditempel di dada salah satu tim sebagai tanda pembeda.
Pada turnamen tahun 1937 PSIS Semarang sudah memakai emblem dalam seragam mereka. Saya mendapati foto di bawah dari sebuah majalah Olahraga edisi November 1937. Ini sangat menarik, karena pada klub-klub lainnya saya belum menemukan seperti mereka.
Kebanyakan klub sepakbola lebih memilih seragam polos. Dikarenakan mereka mengidentifikasikan sifat personal lewat warna seragam bukan logo.
Terlihat dari foto di atas bagaimana emblem PSIS Semarang yang terlihat sederhana; hitam-putih dan hanya bermain-main dengan sedikit tipografi. Hal ini wajar, karena pada masa itu dunia desain logo mulai terpengaruh aspek industri berupa penggunaan huruf sebagai objek identitas.
MELAWAN PENJAJAH LEWAT LOGO FEDERASI PRIBUMI
Sejarah sepakbola dengan pergerakan menentang kolonial penjajah. Hal ini tidak hanya terjadi di Amerika Latin melainkan juga di tanah air yang kita cintai ini.
Misalnya saja Indonesische Voetbal Bond (IVB) yang berdiri tahun 1927. Serikat ini merupakan asal muasal dari PSSI dan memposisikan diri sebagai bagian dari resistansi. Hal ini terlihat dari pemilihan lambang yang mengadopsi mentah-mentah simbol gulo klopo, identitas Pangeran Diponegoro. Tentu saja ini membuat Belanda kesal hati dan kebakaran jenggot!
Terlebih lagi IVB diisi oleh orang-orang yang nekat. Warna merah-putih, yang pada masa itu terlarang, malah digembor-gemborkan secara terang-terangan oleh mereka.
Uniknya, warna yang sakral itu tak boleh dipakai oleh tim abal-abal. Hal ini karena ada aturan seperti pada balapan sepeda, bahwa sang juara turnamen IVB saja yang berhak mengganti warna seragam menjadi merah-putih. Sayangnya turnamen ini hanya berlangsung selama dua tahun saja. Akhirnya IVB membubarkan diri dan kemudian lahirlah federasi baru, yaitu PSSI.
Aroma perlawanan klub-klub mulai digalakkan pasca kongres Sumpah Pemuda dengan jargon “berbahasa satu bahasa Indonesia”. Lewat bahasa inilah mereka merepresentasikan sebuah perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Pada era 1930-an, Persis Solo, PSIM Jogjakarta, Persib Bandung dan klub yang namanya diawali dengan “Per” lainnya tentu lebih nasionalis ketimbang VIJ (cikal bakal Persija), SIVB (Cikal bakal Persebaya) serta bond-bond pribumi lain yang tetap kukuh memakai bahasa Belanda hingga masa 1950-an.
Tapi perihal resistansi yang terwujud dalam simbol-simbol, saya belum menemukannya. Ini karena memang sulit menemukan emblem dari bond-bond pribumi pada era 30-an.
LAMBANG PEMERINTAH DAERAH YANG JADI LOGO PERSERIKATAN
Sejak kapan pengelolaan perserikatan jadi bagian dari pemerintahan? Sejak Indonesia mulai mendapat kemerdekaan. Memasuki dekade 1950-an, saat sepakbola nasional mulai menggeliat, Soekarno mulai mempolitisasinya. Olahraga memang jadi bagian dari kekuasaan Soekarno lewat demokrasi terpimpinnya.
Lalu bagaimana klub-klub di Indonesia kini mengadopsi mentah-mentah logo-logo dari pemerintah daerah setempat di mana mereka berasal? Untuk menjawabnya, kita harus kembali ke dasawarsa 50-60-an.
Seperti dijelaskan pada awal tulisan, kompetisi kita menganut mentah-mentah apa yang dilakukan Belanda. Karena itu, pada hakikatnya Persib Bandung, PSM Makassar, Persija Jakarta, Persebaya Surabaya dan lain-lain bukanlah sebuah klub sepakbola tetapi bond.
Semenjak tahun 1950-an, bond-bond mutlak mesti di bawah kendali pemerintah daerah. Ini karena saat bertarung di kejuaraan nasional mereka membawa panji-panji daerah. Jadi wajar saja jika mereka mengadopsi logo pemda sebagai identitas dari diri mereka.
Sebenarnya, dalam soal surat menyurat ataupun hal administrasi lainnya, logo-logo tersebut sudah mulai dipakai sebelum tahun 1955. Tetapi emblem-emblem logo pemda yang menempel di dada mulai tenar pada akhir dasawarsa 50-an.
PSM Makassar, Persidja Djakarta dan Persebaya yang memulainya di kompetisi 1959. Sedangkan Persib sendiri baru memulai di tahun 1961, itupun berkat ide dari budayawan Raden Ading Affandi.
Ketika kita menyinggung soal lambang pemda yang diadopsi menjadi logo perserikatan, bagi saya itu bukan lah sebuah masalah. Namun tentu saja jika hal itu dilihat dari konteks pada masa lampau. Tapi, jika ditarik dari sudut pandang pada zaman sekarang, saat keberadaan bond murni berubah menjadi klub, tentu jadi bermasalah. Apalagi dari aspek legalitas hukum atau hak cipta, yang tentu juga salah.
Kasus ini copy-paste logo ini sebenarnya hanya terjadi pada bond-bond yang berusia uzur. Bagi bond-bond yang berusia muda, semisal Persik Kediri atau PSS Sleman, kelahiran klub ini disertai juga dengan munculnya logo yang baru. Dengan lihai mereka memodifikasi kekhasan suatu daerah menjadi identitas visual baru.
Dan penggunaan idenditas kedaerahan pada logo sebenarnya sah-sah saja. Toh di luar sana hal itu lazim terjadi. Misalnya saja Manchester City dengan perahu-nya, Liverpool dengan burung liver-nya atau AS Roma dengan kisah serigala Romus dan Remus-nya.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, mereka dengan rela hati memodifikasinya, menyesuaikan dengan zaman, dan tak mentok tetap keukeuh mempertahankan logo itu dengan alasan historikal belaka.
MENELISIK LOGO TIMNAS KITA
Berbicara mengenai logo pada sepakbola lokal, lalu muncul pertanyaan menggelitik. Mengapa logo PSSI tak pernah muncul sebagai emblem pada jersey timnas? Bukankah PSSI sudah berdiri sebelum republik ini merdeka? Bukankah juga PSSI bagian dalam pergerakan kemerdekaan?
Menarik memang. Pada saat negara-negara lain menggunakan logo federasi sebagai emblem di jersey, Indonesia memilih berbeda. Apakah ini karena jiwa nasionalisme PSSI yang teramat tinggi hingga memilih legowo? Atau memang publik yang menghendaki demikian?
Secara satir, banyak yang berpendapat bahwa dari logo saja sudah terlihat mengenai kepengurusan PSSI yang tersisihkan. Namun apa betul demikian?
Setelah merdeka, timnas pertama kali menggelar laga resmi tepatnya 27 Februari 1951 melawan Sino Malay klub Singapura. Dari foto di bawah terlihat bahwa penggunaan emblem di dada belum begitu populer dalam sepakbola, termasuk timnas kita.
Hingga tahun 1958, jersey timnas memang masih bersih polos tanpa adanya emblem-emblem apapun. Baru pada tahun 1959 lah lambang garuda mulai muncul di dada para penggawa timnas, berkat permintaan Bung Karno. Politik bermain dalam kasus ini.
Pada tahun itu, era Demokrasi Terpimpin ala Soekarno dimulai. Olahraga pun jadi alat eksperimen terpenting Soekarno menjadikan politik sebagai panglima. Sejak saat itulah emblem garuda pancasila mulai memasuki sepakbola, menjadikannya sebuah identitas kebangsaan bangsa Indonesia.
Sepakbola memang sarat dengan nasionalisme. Sebenarnya, adalah hal yang lumrah jika lambang negara mulai mejeng di jersey timnas negara-negara lain. Namun, seiring dengan berkembangnya zaman, tren itu mulai berganti dan modifikasi pun terjadi. Logo federasi jadi pilihan utama, meskipun ada beberapa negara yang masih meniru lambang negara seperti Spanyol.